(8.2) Al-Qur'an Hadits : Pendekatan dan Metode Penafsiran Al-Qur'an
1. Capaian Pembelajaran
Didalam Modul Qur’an Hadits pada Kegiatan Belajar 2 ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang pendekatan dan metode tafsir Al-Qur’an, dengan sasaran utama mahasiswa agar mampu:
Menganalisis dan membandingkan pendekatan tafsir bi al-ma’tsur (berdasarkan riwayat), tafsir bi al-ra’yi (berdasarkan akal dan nalar), serta tafsir tahlili (analitis) dan maudhu’i (tematik).
Memahami karakteristik dari masing-masing pendekatan dan metode, serta mampu membedakan kitab-kitab tafsir yang menggunakannya.
2. Pendekatan Penafsiran Al-Qur'an
Pendekatan ini disusun sebagai upaya untuk membantu umat memahami Al-Qur’an setelah masa Nabi dan sahabat. Para ulama mengembangkan tiga pendekatan utama:
Tafsir bi al-Ma’tsur: Mengacu pada penafsiran yang didasarkan pada riwayat dari Nabi, sahabat, dan atsar. Dikenal juga sebagai tafsir bi al-riwayah, pendekatan ini sangat dihormati karena mengandalkan sumber-sumber yang dianggap paling otoritatif dalam Islam. Contohnya termasuk Tafsir Jami’ al-Bayan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari dan Tafsir al-Qur’an al-Azim karya Ibnu Katsir. Metode ini mengutamakan penafsiran ayat dengan ayat lain, atau melalui hadis dan pendapat sahabat.
Tafsir bi al-Ra’yi: Tafsir ini lebih menonjolkan penalaran dan ijtihad mufassir dalam memahami makna ayat Al-Qur’an. Meski membutuhkan kecakapan ilmu tinggi, tafsir ini memungkinkan variasi interpretasi yang lebih luas, mengedepankan akal sebagai alat utama. Beberapa karya terkenal dari pendekatan ini termasuk al-Kasysyaf oleh al-Zamakhsyari dan Mafatih al-Ghayb oleh Fakhruddin al-Razi.
Tafsir bi al-Isyari: Pendekatan ini lebih sufistik, menggunakan pemahaman batin atau intuisi spiritual. Meski berangkat dari pandangan yang tidak selalu tampak secara tekstual, tafsir bi al-Isyari tetap harus mematuhi beberapa syarat agar dapat diterima, seperti tidak bertentangan dengan makna lahiriah ayat, didukung oleh dalil syara', serta memiliki keterkaitan dengan lafaz ayat. Al-Alusi dalam tafsirnya menggunakan metode ini untuk menggali makna spiritual dari ayat-ayat Al-Qur’an.
3. Metode Penafsiran Al-Qur'an
Metode-metode ini adalah cara teknis mufassir dalam menguraikan tafsir, yang dipilih sesuai kebutuhan dan sifat dari ayat yang hendak dijelaskan. Ada empat metode utama:
Metode Tahlili (Analitis): Metode ini menguraikan ayat secara detail berdasarkan urutan dalam Al-Qur’an. Mufassir menjelaskan setiap aspek dari ayat, termasuk konteks, sebab turunnya ayat, kandungan hukumnya, serta aspek linguistik. Contoh kitab tafsir tahlili adalah Tafsir al-Qurtubi dan Tafsir Ibnu Katsir.
Metode Ijmali (Global): Menguraikan ayat secara singkat dengan bahasa yang mudah dipahami, metode ini fokus pada pesan utama ayat. Metode ini sering dipakai dalam tafsir populer seperti Tafsir Jalalain, yang menyajikan ringkasan makna tanpa rincian mendalam.
Metode Muqaran (Perbandingan): Metode ini membandingkan berbagai pendapat mufassir atau perbedaan ayat-ayat yang mirip. Selain membandingkan tafsir, metode ini juga dapat digunakan untuk menyandingkan Al-Qur’an dengan teks kitab suci lain, seperti Injil atau Taurat, dengan tujuan memperluas pemahaman. M. Quraish Shihab dalam penjelasannya mengadopsi metode ini untuk menengahi pemahaman antara ayat dan hadis yang terlihat berbeda, namun sebetulnya tidak bertentangan.
Metode Maudhu’i (Tematik): Mufassir memilih tema tertentu untuk dijelaskan berdasarkan seluruh ayat yang berkaitan dengan tema tersebut, sehingga menghasilkan pemahaman yang utuh. Metode ini efektif untuk menjawab kebutuhan zaman dan sangat relevan dengan pendekatan kontemporer. Misalnya, kitab tafsir yang membahas tentang Riba dalam Al-Qur'an akan menghimpun seluruh ayat terkait riba dan mengelompokkannya secara sistematis.
4. Nilai dan Hikmah dalam Pembelajaran Tafsir
Melalui pendekatan dan metode penafsiran, tercermin bahwa tafsir bukanlah bidang yang mudah dan membutuhkan kedalaman ilmu. Maka, guru agama (PAI) juga sepatutnya memiliki kualifikasi yang tinggi, tidak hanya dalam penguasaan materi, tetapi juga dalam praktek keberagamaan yang baik. Keteladanan (qudwah) merupakan komponen penting dalam peran guru PAI, karena melalui qudwah, guru bisa menunjukkan nilai-nilai spiritual dan sosial yang terkandung dalam Al-Qur'an.
5. Evaluasi dan Refleksi
Modul ini menawarkan latihan soal dan refleksi untuk mengukur pemahaman serta mempersiapkan mahasiswa dalam menyusun materi pengajaran. Mahasiswa diajak untuk melihat bagaimana setiap pendekatan tafsir bisa diaplikasikan dalam konteks pendidikan, dan bagaimana nilai moderasi dan keteladanan dapat diimplementasikan oleh seorang pendidik agama.
Pemahaman komprehensif mengenai berbagai pendekatan dan metode tafsir dalam Al-Qur’an, serta menekankan pentingnya pemahaman holistik bagi seorang pendidik dalam menyampaikan materi keagamaan. Tafsir Al-Qur’an adalah upaya besar yang memerlukan kecakapan ilmu, nalar, dan penghayatan spiritual, sehingga pendekatan tafsir dapat digunakan tidak hanya sebagai sarana memahami ayat tetapi juga dalam membangun karakter seorang guru agama yang mumpuni.
Diskusi